Untukmu, Aku Ucapkan Hati-Hati di Jalan.

Margaret.
3 min readJan 22, 2023

--

Gemericik air hujan dari alam, menemani keheningan yang terjadi di antara sepasang kekasih. Tidak ada yang tahu pasti, apa yang disembunyikan masing-masing dari mereka.

Dua puluh menit berlalu dalam keheningan. Tidak ada satu pun di antara mereka yang berniat untuk mengeluarkan suara. Keduanya merasa enggan antara satu dengan yang lain. Tidak seperti biasanya.

“Anatasya.”

“William.”

Bukan, bukan ini yang ku maksud dalam kata mengeluarkan suara. Keduanya bersuara di waktu bersamaan. Jelas salah satu dari mereka harus mengalah dan mempersilahkan yang lainnya untuk berbicara.

“Kamu duluan.” Ujar Anastasya, menawarkan kekasihnya untuk memulai pembicaraan terlebih dahulu.

Tidak, Anastasya tidak sedang mengalah. Hanya saja, ia merasakan sesuatu yang berbeda dari William. Ia merasa sangat janggal dengan gelagat laki-laki itu sejak mereka berada di dalam mobil. Oleh sebab itu, Anastasya memutuskan untuk mempersilahkan William berbicara terlebih dahulu.

Is there something you’re hiding from me?”

Bukannya menjelaskan sesuatu setelah dipersilahkan untuk memulai, William malah membalas ucapan perempuannya dengan kalimat pertanyaan yang terdengar sedikit … aneh.

Nothing.”

Anastasya merespon pertanyaan William hanya dengan satu kata. Dirinya sedang tidak ingin banyak basa-basi saat ini.

Jawaban yang diberikan Tasya merupakan kesalahan besar. William tidak bodoh, ia mengetahui jika jawaban yang diberikan kekasihnya merupakan suatu kebohongan.

“Kamu enggak salah jawaban?” Tanya William.

“Wil-” Ucapan Tasya terpotong oleh William.

“Kenapa harus bohong?”

Anastasya diam. Bibirnya mengatup dengan rapat seperti enggan untuk mengeluarkan respon.

“Anastasya.” Panggil William.

Tersirat sedikit amarah pada wajah William. Iya, sedikit. Ia berusaha untuk tenang, sebab tidak ingin menciptakan setitik pun luka pada hati lembut perempuannya.

“Harusnya aku yang nanya. Kamu ada nyembunyiin sesuatu dari aku, Will?” Ujar Anastasya. Sama seperti William, ada kilas amarah yang terpatri dalam wajah cantiknya saat ini.

“Kamu belum jawab pertanyaanku, Ta.”

“Aku mau, kamu jawab pertanyaanku duluan, Will. Yang aku sembunyiin ada kaitan sama sesuatu yang kamu sembunyiin juga dari aku.”

“Kamu tau sesuatu?”

“Tau. Aku tau semuanya. Tapi, aku mau kamu buka suara terlebih dahulu.”

Diam. William tidak dapat mengeluarkan suara dan menggerakkan bibirnya untuk menjawab pertanyaan kekasihnya itu.

“Kenapa enggak pernah cerita, kalau kamu ngambil studi S3 di Melbourne?”

Masih diam. William belum berani untuk angkat suara. Merasa bersalah? Tentu saja.

“Berapa lamu kamu di sana?”

“3 tahun.”

“Kamu ngga mungkin bodoh. Kamu pasti tau, Melbourne ada di benua mana dan jarak dari London ke Melbourne ngga dekat.”

“Maaf.”

“Lucu ya, Will? Kamu sendiri yang selalu bilang kalau ada apa-apa cerita.”

“Selesai ya? Aku janji, aku bakalan balik setelah semuanya selesai.”

Never make a promise that you can’t necessarily keep.

Anastasya mengadahkan kepalanya guna untuk mengembalikan air mata yang sudah terbendung memenuhi pelupuk matanya. Ia tidak ingin menumpahkannya di sini.

Peluk. Tidak ada hal lain yang bisa William lakukan selain memeluk Anastasya untuk saat ini. William tidak salah bicara mengenai kata selesai. Ia yakin dengan keputusannya.

“Kamu bisa tunggu aku pulang kalau kamu mau. Tapi, aku enggak janji bisa pul-” Ucapan William terpotong oleh Anastasya.

“Kamu enggak bisa janji, kalau saat pulang nanti kamu masih sendirian ya?” Tanya Anastasya sembari melepaskan pelukan William dari tubuhnya.

“Ta…”

“Enggak apa-apa, Will. Kamu bagus mau ngelanjutin studi kamu. Aku dukung kamu. Aku siap nunggu kamu dan nerima semua konsekuensi kalau aku milih untuk nunggu kamu.”

Diam. Setelah kalimat yang diucapkan Anastasya, keduanya diam. Lima menit berlalu, mereka berdua masih berlarut dalam pikirannya masing-masing.

“Makasih ya. Makasih untuk semuanya. Aku enggak bisa ngucapin hal lain selain makasih, Will.”

Ucapan terima kasih Anastasya memecahkan keheningan diantara mereka berdua. Tidak lama, dirinya terisak. Bukan hanya terisak, tangisnya kali ini pecah. Ia gagal untuk menyimpan semuanya. Dirinya terlalu rapuh jika hal itu menyangkut William.

“Maaf dan terima kasih. Setelah 3 tahun, aku akan pulang. Kalau capek, berhenti tunggu aku ya? Cari bahagiamu yang baru. Aku enggak janji, aku bakalan pulang ke kamu setelah 3 tahun nanti.”

Mengacuhkan ucapan terima kasih William, Anastasya keluar dari mobil milik kekasihnya – tidak, mantan kekasih maksudnya. William juga tak ada niat untuk mengejar Anastasya.

Kini, cerita keduanya telah usai. Semesta tidak berpihak pada asmaraloka kedua insan tersebut.

Ini adalah persimpangan terakhir untuk kita. Sudah tidak ada lagi kata kita, yang ada hanyalah aku dan kamu. Bergegaslah kembali ke jalanmu, pun aku akan kembali ke jalanku. Memang, bukan inilah perpisahan yang kita damba, tetapi inilah yang terbaik. Aku berharap, semoga aku dan kamu lekas menemukan bahagia yang baru.

Unlisted

--

--

No responses yet